Selasa, 02 Juni 2015

[058] Al Mujaadilah Ayat 006


««•»»
Surah Al Mujaadilah 6

يَومَ يَبعَثُهُمُ اللَّهُ جَميعًا فَيُنَبِّئُهُم بِما عَمِلوا ۚ أَحصاهُ اللَّهُ وَنَسوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلىٰ كُلِّ شَيءٍ شَهيدٌ
««•»»
yawma yab'atsuhumu allaahu jamii'an fayunabbi-uhum bimaa 'amiluu ahsaahu allaahu wanasuuhu waallaahu 'alaa kulli syay-in syahiidun
««•»»
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
««•»»
The day when Allah will raise them all together, He will inform them about what they have done. Allah has kept account of it, while they forgot it, and Allah is witness to all things.
««•»»

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Pada hari ketika mereka semuanya dibangkitkan Allah lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitung amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu).
««•»»
The day when God will raise them all together, He will then inform them of what they did. God has kept count of it, while they forgot it. And God is Witness to all things.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 5][AYAT 7]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
6of22
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=58&tAyahNo=6&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#58:6

[058] Al Mujaadilah Ayat 005

««•»»
Surah Al Mujaadilah 5

إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ
««•»»
inna alladziina yuhaadduuna allaaha warasuulahu kubituu kamaa kubita alladziina min qablihim waqad anzalnaa aayaatin bayyinaatin walilkaafiriina 'adzaabun muhiinun
««•»»
Sesungguhnya orang-orang yang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti nyata. Dan bagi orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan.
««•»»
Indeed those who oppose Allah and His Apostle will be subdued just as were subdued those before them. We have certainly sent down manifest signs, and there is a humiliating punishment for the faithless.
««•»»

Ayat ini memperingatkan manusia yang menentang Allah dan Rasul Nya, dengan memilih hukum yang berlaku pada dirinya, bukan hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, dan memeluk agama yang bukan agama yang disyariatkan-Nya. Mereka akan ditimpa azab berupa kehinaan selama hidup di dunia, sebagaimana yang telah ditimpakan kepada orang-orang dahulu yang mengingkari para Rasul yang diutus Allah kepada mereka.

Ayat ini merupakan kabar gembira dan menambah semangat kaum muslimin yang sedang mengalami tekanan dari orang-orang yang bersekutu dalam perang Ahzab. Pada waktu itu orang-orang Yahudi, orang-orang musyrik Mekah dan orang-orang munafik bersatu dan bersekutu menghadapi kaum muslimin sehingga jumlah mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah kaum muslimin yang mereka hadapi. Tetapi karena semangat kaum muslimin yang tinggi dan keyakinan mereka akan pertolongan Allah yang akan diberikan kepada mereka, maka mereka dapat mengalahkan tentara yang bersekutu itu.

Ayat ini merupakan peringatan kepada penguasa dan pengendali suatu negara bahwa kepada mereka akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat nanti, apakah mereka telah melakukan hukum-hukum Allah dalam pemerintahan mereka, karena Allah telah menegaskan bahwa hukum dan agama yang dibolehkan Allah manusia menganutnya hanyalah hukum dan agama Islam. Selain dari itu manusia dilarang mengikuti dan menganutnya.

Allah SWT berfirman:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا فمن اضطر فيمخمصة غير متجانف لإثم فإن الله غفور رحيم
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat Ku dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al Maidah [5]:3)

Agama Islam yang dimaksud ialah agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. yang menerima ayat di atas dari Allah SWT.

Dalam pada itu mengenai hal-hal yang telah ditentukan, para penguasa atau orang-orang yang mewakili rakyatnya dibolehkan menetapkan hukum-hukum lain yang mengatur kehidupan masyarakatnya, selama hukum itu tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan Allah itu.

Diterangkan bahwa Allah SWT telah menurunkan ayat-ayat-Nya kepada Rasul-Nya Muhammad, yang mengemukakan dalil-dalil dan bukti-bukti yang kuat akan kebenaran agama beserta hukum-hukum-Nya dan tidak seorangpun yang dapat mematahkan dalil-dalil dan bukti-bukti itu, sekalipun mereka masih tetap ingkar dan melanggar hukum-hukum itu.

Dari ayat-ayat ini dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan kepada manusia terutama kaum cerdik pandai agar mempelajari dan membahas hukum-hukum Allah itu, menggunakan akal, pikiran dan pengalaman mereka, bahkan dengan seluruh kemampuan yang ada pada mereka. Kemudian memberikan penilalan yang tpat dan obyektif.

Dalam ayat ke 4 yang lalu disebut "Walil kafirina 'azabun alim" (dan bagi orang-orang kafir azab yang pedih), sedangkan pada ayat ke lima ini disebut "Walil kafirina 'azabun muhin" (dan bagi orang-orang kafir azab yang menghinakan). Yang dimaksud dengan orang-orang kafir pada ayat ke 4 ialah orang-orang mukmin yang melanggar ketentuan-ketentuan. Mereka memperoleh azab yang pedih, sebagai pelajaran bagi mereka agar mereka segera bertobat dan menyadari kesalahan mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan orang kafir pada ayat kelima ini ialah orang yang benar-benar kafir, tidak beriman. Bagi mereka azab yang menimbulkan kehinaan selama kehidupan dunia. seperti hilangnya rasa malu pada diri mereka, merasa biasa melakukan perbuatan terlarang, merasa biasa berbuat curang dan melakukan perbuatan keji. Orang yang seperti itu biasanya adalah orang yang berkuasa yang dapat melakukan semua yang dikehendakinya, tetapi orang lain tidak lagi mempunyai penghargaan dalam arti yang sebenarnya pada mereka, seandainya ada penghormatan masyarakat kepadanya. Banyak lagi bentuk penghinaan yang lebih berat yang diterima mereka.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Sesungguhnya orang-orang yang menentang) orang-orang yang melawan (Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan) mereka pasti akan memperoleh kehinaan (sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan) karena mereka menentang rasul-rasul mereka. (Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang jelas) yang menunjukkan kebenaran Rasul. (Dan bagi orang-orang yang kafir) yang ingkar kepada ayat-ayat itu (ada azab yang menghinakan) yaitu siksaan yang membuat mereka hina.
««•»»
Indeed those who oppose God and His Messenger will be abased, humiliated, just as those before them were abased, for opposing their messengers. And verily We have revealed clear signs, indicating the truthfulness of the Messenger, and for those who disbelieve, in the signs, there is a humiliating chastisement.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 4][AYAT 6]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
5of22
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=58&tAyahNo=5&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#58:5

[058] Al Mujaadilah Ayat 004

««•»»
Surah Al Mujaadilah 4

فَمَن لَم يَجِد فَصِيامُ شَهرَينِ مُتَتابِعَينِ مِن قَبلِ أَن يَتَماسّا ۖ فَمَن لَم يَستَطِع فَإِطعامُ سِتّينَ مِسكينًا ۚ ذٰلِكَ لِتُؤمِنوا بِاللَّهِ وَرَسولِهِ ۚ وَتِلكَ حُدودُ اللَّهِ ۗ وَلِلكافِرينَ عَذابٌ أَليمٌ
««•»»
faman lam yajid fashiyaamu syahrayni mutataabi'ayni min qabli an yatamaassaa faman lam yastathi' fa-ith'aamu sittiina miskiinan dzaalika litu/minuu biallaahi warasuulihi watilka huduudu allaahi walilkaafiriina 'adzaabun aliimun
««•»»
barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.
««•»»
He who can not afford [to free a slave] shall fast for two successive months before they may touch each other. If he cannot [do so], he shall feed sixty needy persons. This, that you may have faith in Allah and His Apostle. These are Allah’s bounds, and there is a painful punishment for the faithless.
««•»»

Pada ayat-ayat ini diterangkan syarat-syarat bagi suami istri dapat bercampur atau melaksanakan perkawinan kembali jika mereka telah bercerai, yaitu pihak suami wajib membayar kifarat. Kewajiban membayar kifarat itu disebabkan telah terjadinya zihar dan telah adanya kehendak suami mencampuri istrinya ('aud).

Dalam ayat ini diterangkan tiga tahap kifarat zihar. Tahap pertama dicoba melaksanakannya. Kalau tahap pertama tidak sanggup melaksanakannya boleh menjalankan tahap kedua. Bila tahap kedua, juga tidak sanggup melaksanakannya wajib dijalankan tahap ketiga. Tahap-tahap itu ialah:
  1. Memerdekakan seorang budak sebelum melaksanakan persetubuhan kembali. Ketetapan itu adalah ketetapan Allah yang ditetapkan bagi seluruh orang-orang yang beriman, supaya mereka berhati-hati terhadap perbuatan mungkar dan membayar kifarat itu sebagai penghapus dosa perbuatan mungkar. Allah SWT memperhatikan dan mengetahui semua perbuatan hamba-hamha-Nya, dan akan mengampuni semua hamba-hamba-Nya yang mau menghentikan perbuatan mungkar dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Pada saat ini perbudakan telah hapus dari permukaan bumi, karena itu kifarat tingkat pertama ini tidak mungkin dilaksanakan lagi. Memerdekakan budak sebagai kifarat, termasuk salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yang pernah membudaya di kalangan bangsa-bangsa di dunia, seperti yang terjadi di Amerika, Eropah dan lain-lain. Karena itu agama Islam adalah agama yang mempunyai sikap anti perbudakan dan menetapkan cara-cara untuk melenyapkannya dengan segera.
  2. Jika yang pertama tidak dapat dilakukan, hendaklah puasa dua bulan berturut-turut. Berturut-turut merupakan salah satu syarat dari puasa yang akan dilakukan itu. Hal ini berarti jika ada yang lowong atau tidak berturut-turut seperti puasa sehari atau lebih kemudian tidak puasa pada hari yang lain dalam masa dua bulan itu, maka puasa itu tidak dapat dijadikan kifarat, walaupun tidak berpuasa itu disebabkan safar atau sakit. Puasa itu dilakukan sebelum melakukan persetubuhan.
  3. Jika yang kedua tidak juga dapat dilaksanakan, maka dilakukan tahap ketiga, yaitu memberi makan enam puluh orang miskin.
Zihar adalah semacam sumpah, yaitu sumpah suami yang menyatakan bahwa istrinya haram dicampuri seperti haramnya mencampuri ibunya. Karena itu yang wajib membayar kifarat ialah suami yang melakukan zihar saja, karena ialah yang bersumpah, sedang istri yang tidak pernah melakukan zihar tidak wajib membayar kifarat.

Jumlah atau bentuk kifarat zihar yang ditetapkan itu adalah jumlah atau bentuk yang sangat tinggi, apalagi jika diingat bahwa hukum itu berlaku bagi seluruh kaum muslimin, baik yang kaya atau yang miskin. Bagi seorang yang kaya tidak ada kesulitan membayar kifarat itu, tetapi merupakan hal yang sulit dan berat membayarnya bagi orang-orang miskin.

Menghadapi masalah yang seperti ini, syariat Islam mempunyai prinsip-prinsip yang dapat meringankan suatu beban yang dipikulkan Allah kepada kaum muslimin, yaitu prinsip: "Kesukaran itu menimbulkan kemudahan", asal saja kesukaran itu benar-benar suatu kesukaran yang tidak dapat diatasi, disertai dengan keinginan di dalam hati untuk mencari keridaan Allah.

Sehubungan dengan ini pada kelanjutan hadis Khaulah yang diriwayatkan oleh Abu Paud berbunyi sebagai berikut:
فقال: ليعتق رقبة قالت: لا يجد قال: فيصوم شهرين متتابعين قالت: يا رسول الله, إنه شيخ كبير, ما به من صيام فقال: فليطعم ستين مسكينا فقالت: ما عبد من شيء يتصدق به فقال: فإني سأعينه بعرض من تمر قالت: وأنا أعينه بعرق آخر, قال: لقد أحسنت اذهبي فاطعمي عنه ستين مسكينا
Maka berkata Rasulullah SAW.: "Hendaklah ia memerdekakan seorang budak". Berkata Khaulah, "Ia tidak sanggup mengusahakannya". Berkata Nabi, "(Kalau demikian) maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut". Berkata Khaulah, "Ya Rasulullah, sesungguhnya ia (suamiku) adalah seorang yang telah tua bangka, tidak sanggup lagi berpuasa". Berkata Nabi, "Maka hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin". Berkata Khaulah, "Ia tidak mempunyai sesuatupun yang akan disedekahkannya". Berkata Rasulullah, "(Kalau demikian) maka sesungguhnya aku akan membantunya dengan segantang tamar". Khaulah berkata, "Dan aku akan membantunya pula dengan segantang tamar". Berkata Rasulullah. "Engkau benar-benar baik, pergilah, maka beritahukanlah atas namanya, beri makanlah dengan tamar ini enam puluh orang fakir miskin".
(H.R. Abu Daud)

Pada riwayat yang lain diterangkan bahwa, Khaulah mengatakan kepada Rasulullah bahwa orang yang paling miskin di negeri ini adalah keluarganya. Maka Rasulullah menyuruh Khaulah membawa kurma sebagai kifarat itu ke rumahnya untuk dimakan keluarganya sendiri.

Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah SWT menerangkan kewajiban membayar kifarat itu bagi suami yang telah menzihar istrinya adalah untuk memperdalam jiwa tauhid, mempercayai Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah dan agar berhati-hati mengucapkan suatu perkataan, sehingga tidak mengadakan kedustaan dan mengatakan yang bukan-bukan. Dengan demikian tertanamlah dalam hati setiap orang yang beriman keinginan melaksanakan semua hukum-hukum Allah dengan sebaik-baiknya. Dan tertanam pula dalam hati mereka bahwa mengingkari hukum-hukum Allah itu akan menimbulkan kesengsaraan di dunia maupun di akhirat nanti.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Maka barang siapa yang tidak mendapatkan) budak (maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut, sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak mampu) melakukan puasa (memberi makan enam puluh orang miskin) diwajibkan atasnya, yakni sebelum keduanya bercampur kembali sebagai suami istri; untuk tiap-tiap orang miskin satu mudd makanan pokok negeri orang yang bersangkutan. Kesimpulan hukum ini berdasarkan pemahaman menyamakan pengertian yang mutlak dengan yang muqayyad. (Demikianlah) keringanan ini dengan memakai kifarat (supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah) yakni hukum-hukum tersebut (batasan-batasan Allah, dan bagi orang-orang yang ingkar) kepada batasan-batasan atau hukum-hukum Allah itu (azab yang sangat pedih) atau siksaan yang amat menyakitkan.
««•»»
And he who cannot find [the wherewithal], [to set free] a slave, then [his redemption shall be] the fasting of two successive months before they touch one another. And if he is unable, to fast, then [the redemption shall be] the feeding of sixty needy persons, as an obligation upon him, that is, before they touch one another: understanding the unrestricted [prescription] as [having the same restriction as] the restricted one. For every needy person [he should give] one mudd measure of the principal food of the town. This, namely, lightening of the atonement is, so that you may believe in God and His Messenger. And these, namely, the rulings mentioned, are God’s bounds; and for the rejecters, of them, there is a painful chastisement.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 3][AYAT 5]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
4of22
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=58&tAyahNo=4&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#58:4

[058] Al Mujaadilah Ayat 003


««•»»
Surah Al Mujaadilah 3

وَالَّذينَ يُظاهِرونَ مِن نِسائِهِم ثُمَّ يَعودونَ لِما قالوا فَتَحريرُ رَقَبَةٍ مِن قَبلِ أَن يَتَماسّا ۚ ذٰلِكُم توعَظونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِما تَعمَلونَ خَبيرٌ
««•»»
waalladziina yuzhaahiruuna min nisaa-ihim tsumma ya'uuduuna limaa qaaluu fatahriiru raqabatin min qabli an yatamaassaa dzaalikum tuu'azhuuna bihi waallaahu bimaa ta'maluuna khabiirun
««•»»
orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
««•»»
Those who repudiate their wives by ẓihār and then retract what they have said, shall set free a slave before they may touch each other. This you are advised [to carry out], and Allah is well aware of what you do.
««•»»

Pada ayat-ayat ini diterangkan syarat-syarat bagi suami istri dapat bercampur atau melaksanakan perkawinan kembali jika mereka telah bercerai, yaitu pihak suami wajib membayar kifarat. Kewajiban membayar kifarat itu disebabkan telah terjadinya zihar dan telah adanya kehendak suami mencampuri istrinya ('aud).

Dalam ayat ini diterangkan tiga tahap kifarat zihar. Tahap pertama dicoba melaksanakannya. Kalau tahap pertama tidak sanggup melaksanakannya boleh menjalankan tahap kedua. Bila tahap kedua, juga tidak sanggup melaksanakannya wajib dijalankan tahap ketiga. Tahap-tahap itu ialah:
  1. Memerdekakan seorang budak sebelum melaksanakan persetubuhan kembali. Ketetapan itu adalah ketetapan Allah yang ditetapkan bagi seluruh orang-orang yang beriman, supaya mereka berhati-hati terhadap perbuatan mungkar dan membayar kifarat itu sebagai penghapus dosa perbuatan mungkar. Allah SWT memperhatikan dan mengetahui semua perbuatan hamba-hamha-Nya, dan akan mengampuni semua hamba-hamba-Nya yang mau menghentikan perbuatan mungkar dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Pada saat ini perbudakan telah hapus dari permukaan bumi, karena itu kifarat tingkat pertama ini tidak mungkin dilaksanakan lagi. Memerdekakan budak sebagai kifarat, termasuk salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yang pernah membudaya di kalangan bangsa-bangsa di dunia, seperti yang terjadi di Amerika, Eropah dan lain-lain. Karena itu agama Islam adalah agama yang mempunyai sikap anti perbudakan dan menetapkan cara-cara untuk melenyapkannya dengan segera.
  2. Jika yang pertama tidak dapat dilakukan, hendaklah puasa dua bulan berturut-turut. Berturut-turut merupakan salah satu syarat dari puasa yang akan dilakukan itu. Hal ini berarti jika ada yang lowong atau tidak berturut-turut seperti puasa sehari atau lebih kemudian tidak puasa pada hari yang lain dalam masa dua bulan itu, maka puasa itu tidak dapat dijadikan kifarat, walaupun tidak berpuasa itu disebabkan safar atau sakit. Puasa itu dilakukan sebelum melakukan persetubuhan.
  3. Jika yang kedua tidak juga dapat dilaksanakan, maka dilakukan tahap ketiga, yaitu memberi makan enam puluh orang miskin.
Zihar adalah semacam sumpah, yaitu sumpah suami yang menyatakan bahwa istrinya haram dicampuri seperti haramnya mencampuri ibunya. Karena itu yang wajib membayar kifarat ialah suami yang melakukan zihar saja, karena ialah yang bersumpah, sedang istri yang tidak pernah melakukan zihar tidak wajib membayar kifarat.

Jumlah atau bentuk kifarat zihar yang ditetapkan itu adalah jumlah atau bentuk yang sangat tinggi, apalagi jika diingat bahwa hukum itu berlaku bagi seluruh kaum muslimin, baik yang kaya atau yang miskin. Bagi seorang yang kaya tidak ada kesulitan membayar kifarat itu, tetapi merupakan hal yang sulit dan berat membayarnya bagi orang-orang miskin.

Menghadapi masalah yang seperti ini, syariat Islam mempunyai prinsip-prinsip yang dapat meringankan suatu beban yang dipikulkan Allah kepada kaum muslimin, yaitu prinsip: "Kesukaran itu menimbulkan kemudahan", asal saja kesukaran itu benar-benar suatu kesukaran yang tidak dapat diatasi, disertai dengan keinginan di dalam hati untuk mencari keridaan Allah.

Sehubungan dengan ini pada kelanjutan hadis Khaulah yang diriwayatkan oleh Abu Paud berbunyi sebagai berikut:
فقال: ليعتق رقبة قالت: لا يجد قال: فيصوم شهرين متتابعين قالت: يا رسول الله, إنه شيخ كبير, ما به من صيام فقال: فليطعم ستين مسكينا فقالت: ما عبد من شيء يتصدق به فقال: فإني سأعينه بعرض من تمر قالت: وأنا أعينه بعرق آخر, قال: لقد أحسنت اذهبي فاطعمي عنه ستين مسكينا
Maka berkata Rasulullah SAW.: "Hendaklah ia memerdekakan seorang budak". Berkata Khaulah, "Ia tidak sanggup mengusahakannya". Berkata Nabi, "(Kalau demikian) maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut". Berkata Khaulah, "Ya Rasulullah, sesungguhnya ia (suamiku) adalah seorang yang telah tua bangka, tidak sanggup lagi berpuasa". Berkata Nabi, "Maka hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin". Berkata Khaulah, "Ia tidak mempunyai sesuatupun yang akan disedekahkannya". Berkata Rasulullah, "(Kalau demikian) maka sesungguhnya aku akan membantunya dengan segantang tamar". Khaulah berkata, "Dan aku akan membantunya pula dengan segantang tamar". Berkata Rasulullah. "Engkau benar-benar baik, pergilah, maka beritahukanlah atas namanya, beri makanlah dengan tamar ini enam puluh orang fakir miskin".
(H.R. Abu Daud)

Pada riwayat yang lain diterangkan bahwa, Khaulah mengatakan kepada Rasulullah bahwa orang yang paling miskin di negeri ini adalah keluarganya. Maka Rasulullah menyuruh Khaulah membawa kurma sebagai kifarat itu ke rumahnya untuk dimakan keluarganya sendiri.

Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa Allah SWT menerangkan kewajiban membayar kifarat itu bagi suami yang telah menzihar istrinya adalah untuk memperdalam jiwa tauhid, mempercayai Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah dan agar berhati-hati mengucapkan suatu perkataan, sehingga tidak mengadakan kedustaan dan mengatakan yang bukan-bukan. Dengan demikian tertanamlah dalam hati setiap orang yang beriman keinginan melaksanakan semua hukum-hukum Allah dengan sebaik-baiknya. Dan tertanam pula dalam hati mereka bahwa mengingkari hukum-hukum Allah itu akan menimbulkan kesengsaraan di dunia maupun di akhirat nanti.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Dan orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan) tentang zihar ini, seumpama dia bersikap berbeda dengan apa yang telah dikatakannya itu, yaitu dengan cara tetap memegang istri yang diziharnya. Sedangkan perbuatan ini jelas bertentangan dengan maksud tujuan daripada perkataan zihar, yaitu menggambarkan istri dengan sifat yang menjadikannya haram bagi dia (maka memerdekakan seorang budak) maksudnya wajib atasnya memerdekakan seorang budak (sebelum kedua suami istri itu bercampur) bersetubuh. (Demikianlah yang diajarkan kepada kalian, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan).
««•»»
And those who repudiate their wives by zihār and then go back on what they have said, instead doing the opposite of this and retaining the woman divorced by zihār, that which is contrary to the purpose of zihār in which a woman is characterised as being forbidden — then [the penalty for them is] the setting free of a slave, an obligation upon him, before they touch one another, in sexual intercourse. By this you are being admonished; and God is Aware of what you do.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 2][AYAT 4]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
3of22
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=58&tAyahNo=3&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#58:3

[058] Al Mujaadilah Ayat 002


««•»»
Surah Al Mujaadilah 2

الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
««•»»
qad sami'a allaahu qawla allatii tujaadiluka fii zawjihaa watasytakii ilaa allaahi waallaahu yasma'u tahaawurakumaa inna allaaha samii'un bashiirun
««•»»
orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
««•»»
As for those of you who repudiate their wives by ẓihār,[1] they are not their mothers; their mothers are only those who bore them, and indeed they utter an outrageous utterance and a lie. Indeed Allah is all-excusing, all-forgiving.
[1] A kind of repudiation of the marital relationship among pre-Islamic Arabs which took place on a husband’s saying to his wife ‘Be as my mother’s back’ (ẓahr; hence the derivative ẓihār).
««•»»

Ayat ini mencela suami-suami yang telah menzihar istrinya, dengan mengatakan, "Orang-orang yang telah menzihar istrinya, istrinya haram dicampuri seperti ia haram mencampuri ibunya, adalah perkataan yang tidak benar yang dikatakan oleh orang-orang yang tidak menggunakan akal pikirannya. Apakah mungkin istri itu sama dengan ibu? Istri adalah teman hidup yang dihubungkan oleh akad nikah, sedang ibu adalah orang yang melahirkannya.

Karena itu orang yang demikian adalah orang yang mengatakan perkataan yang bukan-bukan dan tidak dibenarkan oleh agama, akal maupun adat kebiasaan. Perkataan itu adalah perkataan yang tidak benar, tidak mempunyai alasan sedikitpun. Sekalipun demikian Allah akan mengampuni dosa orang yang telah menzihar istrinya, jika ia mengikuti ketentuan-ketentuan-Nya.

Ada suatu prinsip dalam agama Islam yang harus ditegakkan, yaitu "mengakui kenyataan-kenyataan yang ada, sesuai dengan Sunnatullah". Karena Allah SWT dalam menetapkan hukum-hukum yang berlaku di alam ini, mengetahui hikmah dan akibatnya secara benar dan pasti. Karena itu amat tercelalah orang-orang yang mau mengubah-ubah Sunnatullah itu, seperti memandang istri sebagai mahramnya, padahal Allah telah menetapkan h101 orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang pria.x

Pada ayat 4 surah 33 (Al Ahzab), perkataan zihar digandengkan dengan perkataan anak angkat. Karena mengakui anak orang lain sebagai anak kandung sendiri sama hukumnya dengan anak sendiri, termasuk mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan Sunnatullah, dan tidak sesuai dengan kebenaran Kemudian Allah menegaskan bahwa anak angkat itu adalah anak ayahnya, bukan sekali-kali anak kamu.

Allah SWT berfirman:
ادعوهم لآبائهم هو أقسط عند الله فإن لم تعلموا ءاباءهم فإخوانكم في الدين ومواليكم وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم وكان الله غفورا رحيما
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al Ahzab [33]:5)

Karena itu dari ayat ketiga surah ini dipahamkan bahwa suami yang menzihar istrinya itu memperoleh hukuman ukhrawi dan hukuman duniawi. Hukuman ukhrawi ialah mereka berdosa karena mengatakan yang bukan-bukan, yaitu mengatakan bahwa istrinya haram dicampurinya seperti ia haram mencampuri ibunya. Dalam agama termasuk perbuatan terlarang apabila seseorang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, karena yang menentukan halal dan haram itu hanyalah Allah saja. Hukuman duniawi ialah, ia wajib membayar kifarat jika ia hendak mencampuri istrinya kembali, dan kifarat itu cukup besar jumlahnya, seperti yang akan diterangkan nanti.

Sepakat para ulama bahwa menyamakan istri dengan ibu dengan maksud untuk menyatakan kasih sayang kepadanya atau untuk menyatakan penghormatan dan terima kasih kepadanya, tidaklah termasuk zihar. Karena zihar itu hanyalah ucapan suami yang menyatakan bahwa istrinya itu haram dicampurinya.

Perkataan anti 'alaiyya ka zahri. ummi' merupakan suatu ungkapan (idiom) yang mempunyai arti yang khusus dalam bahasa Arab. Hanyalah orang yang mendalam rasa bahasanya yang dapat merasakan arti ungkapan itu. Karena itu jika suami yang mengerti bahasa Indonesia, dapat ia mengucapkan sighat zihar itu dengan ungkapan yang dipahami oleh orang Indonesia pula.

Menurut Hanafiah, Auza'i, Al Sauri dan salah satu qaul Imam Syafi'i boleh disebut dalam sigat zihar wanita selain ibu, asal saja wanita yang disebut namanya itu termasuk mahram laki-laki yang menzihar, seperti suami mengatakan, "Engkau haram aku campuri, seperti aku haram mencampuri adik kandungku yang perempuan".

Jika seorang suami telah menzihar istrinya belum berarti telah terjadi perceraian antara kedua suami istri itu. Masing-masing masih terikat oleh hak dan kewajiban sebagai suami dan sebagai istri. Yang terlarang mereka lakukan hanyalah persetubuhan saja. Demikian pula untuk menghindarkan diri dari perbuatan haram, maka haram pula kedua suami istri itu berkhalwat (berduaan di tempat sunyi) sebelum suami membayar kifarat.

Agar istri tidak terkatung-katung hidupnya dan menderita karena zihar itu, sebaiknya ditetapkan waktu menunggu bagi istri. Waktu menunggu itu dapat dikiaskan kepada waktu menunggu dalam h102 ila' x, yaitu empat bulan. Apabila telah lewat waktu empat bulan, sejak suami mengucapkan ziharnya, sedang suami belum lagi menetapkan keputusan; bercerai atau melanjutkan perkawinan dengan membayar kifarat, maka istri berhak mengajukan gugatan kepada pengadilan. Hakim tentu akan mengabulkan gugatan istri bila gugatannya itu terbukti.

Jika suatu zihar berakibat perceraian, maka jatuhlah talak ba'in kubra, karena perkawinan kembali antara bekas suami istri itu haruslah dengan syarat membayar kifarat.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Orang-orang yang menzihar) asal kata yazhzhahharuuna adalah yatazhahharuuna, kemudian huruf ta diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah yazhzhahharuuna. Akan tetapi menurut suatu qiraat dibaca dengan memakai huruf alif di antara huruf zha dan ha, sehingga bacaannya menjadi yazhaaharuuna. Menurut qiraat lainnya dibaca seperti wazan yuqaatiluuna, yakni menjadi yuzhaahiruuna. Lafal yang sama pada ayat berikutnya berlaku pula ketentuan ini (istrinya di antara kalian, padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita-wanita) lafal allaaiy dapat dibaca dengan memakai huruf ya dan dapat pula dibaca tanpa ya (yang melahirkan mereka. Sesungguhnya mereka) dengan melakukan zihar itu (sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta). (Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun) kepada orang yang melakukan zihar dengan pembayaran kifarat.
««•»»
Those of you who repudiate their wives by zihār (yazzahharūna is actually yatazahharūna, in which the tā’ has been assimilated with the zā’; a variant reading has yazzāharūna, and still another has yuzāhirūna, similar [in form] to yuqātilūna; the same applies for the second instance [of this verb below]), they are not their mothers; their mothers are only those who (read allā’ī, or without the [final long] yā’, allā’i) gave birth to them, and indeed they, [in repudiating them] by zihār, utter indecent words and a calumny, a lie. Yet assuredly God is Pardoning, Forgiving, to the one who repudiates by zihār through an atonement [which he must offer].
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

[AYAT 1][AYAT 3]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
2of22
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=58&tAyahNo=2&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2
http://al-quran.info/#58:2

[058] Al Mujaadilah Ayat 001


««•»»
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
««•»»
bismi allaahi alrrahmaani alrrahiimi
««•»»
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

««•»»
In the Name of Allah, the All-beneficent, the All-merciful.

««•»»

Surah Al Mujaadilah 1

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
««•»»
qad sami'a allaahu qawla allatii tujaadiluka fii zawjihaa watasytakii ilaa allaahi waallaahu yasma'u tahaawurakumaa inna
««•»»
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat
{1462}.
{1462} Sebab turunnya ayat ini ialah berhubungan dengan persoalan seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa?labah yang telah dizhihar oleh suaminya Aus ibn Shamit, Yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: kamu bagiku seperti punggung ibuku dengan maksud Dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. menurut adat Jahiliyah kalimat Zhihar seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri. Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. Rasulullah menjawab, bahwa dalam hal ini belum ada keputusan dari Allah. dan pada riwayat yang lain Rasulullah mengatakan: Engkau telah diharamkan bersetubuh dengan Dia. lalu Khaulah berkata: Suamiku belum menyebutkan kata-kata thalak kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasulullah supaya menetapkan suatu keputusan dalam hal ini, sehingga kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya.
««•»»
Allah has certainly heard the speech of her who pleads with you about her husband and complains to Allah. Allah hears the conversation between the two of you. Indeed Allah is all-hearing, all-seeing.
««•»»

Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT telah menerima gugatan seorang wanita yang diajukan kepada Rasulullah tentang tindakan suaminya. Ia merasa dirugikan oleh suaminya itu, karena di zihar yang berakibat hidupnya akan terkatung-katung. Dan Allah telah mendengar pula soal jawab yang terjadi antara istri yang menggugat dengan Rasulullah. Karena itu Allah menurunkan hukum yang dapat menghilangkan kekhawatiran istri itu.

Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya:
أنت علي كظهر أمي

Engkau menurutku haram aku campuri, seperti aku haram mencampuri ibuku.

"Zihar", termasuk hukum Arab Jahiliah. Kemudian dinyatakan berlaku di kalangan umat Islam dengan turunnya ayat ini, tetapi telah diubah sedemikian rupa, sehingga telah hilang unsur-unsur yang dapat merugikan pihak istri.

Menurut hukum Arab Jahiliah, bila seorang suami menzihar istrinya maka sejak itu istrinya haram dicampurinya. Maka sejak itu pula istrinya hidup dalam keadaan terkatung-katung. Setelah zihar itu, perkawinannya dengan suaminya belum terputus, tetapi ia tidak dicampuri lagi oleh suaminya. Biasanya si istri yang di zihar dan tidak lagi diberi nafkah oleh suaminya, bila akan kawin dengan orang lain, terhalang oleh masih adanya ikatan perkawinan dengan suaminya.

Zihar itu dilakukan suami kepada istri di zaman Arab Jahiliah, biasanya karena suami tidak mencintai istrinya lagi atau karena marah kepada istrinya tetapi ia bermaksud mengikat istrinya. Perbuatan yang demikian adalah perbuatan yang biasa di zaman Arab Jahiliah, karena memandang rendah derajat wanita. Sedangkan agama Islam menyamakan derajat wanita dengan pria.

Diriwayatkan bahwa ayat 1 sampai dengan ayat ke 4 surah ini diturunkan berhubungan dengan peristiwa Khaulah binti Sa'labah dengan suaminya Aus bin Samit. Aus adalah seorang yang telah tua bangka dan agak rusak pikirannya.
Pada suatu hari ia, karena sesuatu hal kembali ke rumahnya dalam keadaan marah, maka ia berkata kepada istrinya: "Anti alayya ka zahri ummi" (Engkau menurutku haram aku campuri, seperti aku haram mencampuri ibuku). Menurut adat Arab Jahiliah, bila Suami mengatakan demikian, istri haram dicampurinya. Kemudian Aus merasa menyesal dengan tindakan itu, maka diajaknya istrinya berdamai. Tapi istrinya itu menampiknya dan berkata, "Demi Allah yang diriku ada di tangan-Nya, janganlah engkau berhubungan denganku lagi. Aku akan mengatakan apa yang engkau katakan itu kepada Rasulullah SAW. sehingga Allah dan Rasul-Nya menetapkan hukumnya. Maka datanglah Khaulah menghadap Rasulullah dan menyampaikan hal itu kepada beliau, dan mengatakan, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Aus waktu mengawini aku dahulu, aku dalam keadaan gadis remaja dan banyak yang tertarik kepadaku.
Setelah aku bertambah tua dan perutku telah kendor karena banyaknya anak-anak yang aku lahirkan, ia mengatakan bahwa aku haram dicampurinya seperti ia haram mencampuri ibunya. Jika engkau memberikan suatu keringanan yang menggembirakan kepadaku dan kepadanya sampaikanlah kepadaku".

Rasulullah menjawab,
"Demi Allah aku belum menerima ketentuan Allah tentang hukumnya",
sampai sekarang karena (zihar itu baru kali inilah terjadi).
Sedang menurut riwayat yang lain Rasulullah bersabda:
"Engkau haram dicampurinya".

Maka Khaulah berdoa kepada Allah agar Allah menjelaskan hukumnya, karena seandainya terjadi perceraian, ia khawatir akan pendidikan anak-anaknya yang masih kecil. Maka turunlah ayat ini yang menggembirakan hati Khaulah.

Menurut suatu riwayat, 'Aisyah pernah berkata: "Aku pernah mendengar percakapan antara Rasulullah dengan wanita yang mengadu kepadanya, tetapi aku tidak mendengar sebahagian percakapannya. Ia berada di rumahku, menyampaikan kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, sejak muda sampai tuaku, aku telah patuh dan khidmat kepada suamiku dengan sebaik-baiknya. Apakah pantas setelah aku menjadi tua, tidak beranak lagi dia menjatuhkan zihar kepadaku? Kemudian aku ('Aisyah) mendengar dia berdoa: Wahai Allah, Tuhanku, hanya kepada Engkau tempat aku mengadukan nasibku ini. Kemudian Allah menurunkan ayat-ayat ini.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

(Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu) yakni seorang wanita yang melapor kepadamu, hai nabi (tentang suaminya) yang telah mengucapkan kata-kata zihar kepadanya. Suami wanita itu berkata kepadanya, "Kamu menurutku bagaikan punggung ibuku." Lalu wanita itu menanyakan hal tersebut kepada Nabi saw., maka beliau menjawab bahwa dia haram atas suaminya. Hal ini sesuai dengan tradisi yang berlaku di kalangan mereka, bahwa zihar itu akibatnya adalah perpisahan untuk selama-lamanya. Wanita yang dimaksud bernama Khaulah binti Tsa`labah, sedangkan suaminya bernama Aus bin Shamit (dan mengadukan halnya kepada Allah) yakni tentang keadaannya yang tidak mempunyai orang tua dan famili yang terdekat, serta keadaan ekonominya yang serba kekurangan, di samping itu ia menanggung beban anak-anaknya yang masih kecil-kecil; apabila anak-anaknya dibawa oleh suaminya, niscaya mereka akan tersia-sia dan tak terurus lagi keadaannya tetapi apabila anak-anak itu di bawah pemeliharaannya, niscaya mereka akan kelaparan. (Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua) dialog kamu berdua. (Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat) artinya Maha Mengetahui.
««•»»
God has certainly heard the words of her who disputes with you, [her who] consults you, O Prophet, concerning her husband, who has repudiated her by zihār — he had said to her, ‘You are to me [as untouchable] as the back of my mother’. She asked the Prophet (s) about this and he told her that she was [thenceforth] forbidden to him, as was customary among them [at the time of Jāhiliyya], namely, that repudiation by zihār results in permanent separation. She was Khawla bt. Tha‘laba and he was Aws b. al-Sāmit — and complains to God, of her being alone and of her impoverishment while having young children, whom if she were to leave with him, they would go astray, but whom, if they remained with her, would go hungry. And God hears your conversation, your consulting. Assuredly God is Hearer, Seer, [He is] Knower.

««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

klik ASBABUN NUZUL klik
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»

Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Muqatil yang ia terima dari Ibnu Hibban yang menceritakan, bahwa adalah antara Nabi saw. dan antara orang-orang Yahudi saling berdamai. Tetapi orang-orang Yahudi itu apabila ada seseorang dari kalangan para sahabat lewat di hadapan mereka, maka mereka duduk di antara sesama mereka seraya mengadakan pembicaraan rahasia di antaranya, sehingga orang mukmin yang melewati mereka menduga, bahwa mereka sedang membuat pembicaraan rahasia untuk membunuhnya atau melakukan tindakan yang tidak disukainya.

Lalu Nabi saw. mencegah atau melarang mereka melakukan pembicaraan rahasia, akan tetapi mereka tidak juga mau berhenti dari perbuatan itu.

Maka Allah menurunkan firman-Nya,
"Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia..."
(Q.S. Al-Mujadilah [058]:8).
Imam Ahmad, Imam Bazzar dan Imam Thabrani semuanya mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang jayyid/baik melalui Abdullah bin Amr, bahwa orang-orang Yahudi selalu mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. dengan kata-kata "as-Sammu 'alaikum" (semoga kematian atas kamu). Kemudian mereka berkata kepada diri mereka sendiri, "Mengapa Allah tidak mengazab kami atas apa yang telah kami katakan ini."
Lalu Allah menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya,
"Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu."
(Q.S. Al-Mujadilah [058]:8).
Dalam bab yang sama diriwayatkan pula melalui sahabat Anas r.a. dan Siti Aisyah r.a.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[AYAT 2]
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
1of22
Sumber: Yayasan Indonesia Membaca http://www.indonesiamembaca.net
http://www.al-quran-al-kareem.com/id/terjemahan/Tafsir-Jalalayn-indonesian
http://www.altafsir.com/Tafasir.asp?tMadhNo=0&tTafsirNo=74&tSoraNo=58&tAyahNo=1&tDisplay=yes&UserProfile=0&LanguageId=2 
http://al-quran.info/#58:1

[058] Al Mujaadilah 2of2


2of2
22 Verses • revealed at Medinan.
««•»»
»The surah that mentions the complaint of Khawlah bint Thaʿlabah to the Prophet as The Pleader for dignity of women against the abominable practice whereby husbands estranged their wives from intimacy on false pretext. It takes its name from the phrase “pleads with you” (tujādiluka) mentioned in verse 1. The surah disallows a specific pagan divorce practice. It goes on to state that those who oppose God and His messenger, who secretly ally themselves with Satan, who lie in their oaths and make intrigues against the Prophet, will be defeated and suffer humiliation both in this world and in the next (verse 5 and verse 20), while those on God’s side will triumph (verse 22).«

The surah is also known as: She Who Argued, She Who Pleaded, The Disputant, The Dispute, The Disputer, The Disputing Woman, The Pleading Woman, The Woman Who Pleads.
««•»»
•[AYAT 001]•[AYAT 002]•[AYAT 003]•[AYAT 004]•[AYAT 005]•[AYAT 006]•[AYAT 007]•[AYAT 008]•[AYAT 009]•[AYAT 010]•[AYAT 011]•[AYAT 012]•[AYAT 013]•[AYAT 014]•[AYAT 015]•[AYAT 016]•[AYAT 017]•[AYAT 018]•[AYAT 019]•[AYAT 020]•[AYAT 021]•[AYAT 022]•
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
[KEMBALI]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
Sumber: Al-Quran (القرآن) — Online Quran Project — Translation and Tafsir
http://al-quran.info/#58


[058] Al Mujaadilah 1of2


1of2
22 Ayat • diturunkan di Madinah.
««•»»
Surah Al-Mujaadilah (Arab: المجادلة, "Wanita Yang Mengajukan Gugatan") adalah surah ke-58 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong surah Madaniyah dan terdiri atas 22 ayat. Dinamakan Al-Mujaadilah yang berarti wanita yang mengajukan gugatan karena pada awal surah ini disebutkan bantahan seorang perempuan yang menurut riwayat bernama Khaulah binti Tsa'labah terhadap sikap suaminya yang telah menzhiharnya. Hal ini diadukan kepada Rasulullah dan ia menuntut supaya dia memberikan putusan yang adil dalam persoalan itu. Dinamai juga Al-Mujaadalah yang berarti Perbantahan.

Surah ini mempunyai ciri berbeda dari surah lain dalam Al-Qur'an. Dalam setiap ayat dalam surah ini, selalu terdapat lafaz Jalallah (lafaz ALLAH). Ada dalam satu ayat hanya terdiri dari satu lafaz, ada yang dua, atau tiga, dan bahkan ada yang lima lafaz, seperti pada ayat 22 dalam surah ini.
««•»»

Pokok-Pokok Isi
  • Hukum
  • Hukum zhihar dan sangsi-sangsi bagi orang yang melakukannya bila ia menarik kembali perkataannya
  • Larangan menjadikan musuh Allah sebagai teman
  • Lain-lain
  • Menjaga adab sopan santun dalam suatu majelis pertemuan
  • Adab sopan santun terhadap Rasulullah s.a.w.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
 [KEMBALI][AYAT-AYAT]
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Mujadilah
Mukaddimah terjemahan Al Qur'an versi Departemen Agama RI