««•»»
Surah Al Mujaadilah 2
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
««•»»
qad sami'a allaahu qawla allatii tujaadiluka fii zawjihaa watasytakii ilaa allaahi waallaahu yasma'u tahaawurakumaa inna allaaha samii'un bashiirun
««•»»
orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
««•»»
As for those of you who repudiate their wives by ẓihār,
[1] they are not their mothers; their mothers are only those who bore them, and indeed they utter an outrageous utterance and a lie. Indeed Allah is all-excusing, all-forgiving.
[1] A kind of repudiation of the marital relationship among pre-Islamic
Arabs which took place on a husband’s saying to his wife ‘Be as my
mother’s back’ (ẓahr; hence the derivative ẓihār).
««•»»
Ayat ini mencela suami-suami yang telah menzihar istrinya, dengan mengatakan, "Orang-orang yang telah menzihar istrinya, istrinya haram dicampuri seperti ia haram mencampuri ibunya, adalah perkataan yang tidak benar yang dikatakan oleh orang-orang yang tidak menggunakan akal pikirannya. Apakah mungkin istri itu sama dengan ibu? Istri adalah teman hidup yang dihubungkan oleh akad nikah, sedang ibu adalah orang yang melahirkannya.
Karena itu orang yang demikian adalah orang yang mengatakan perkataan yang bukan-bukan dan tidak dibenarkan oleh agama, akal maupun adat kebiasaan. Perkataan itu adalah perkataan yang tidak benar, tidak mempunyai alasan sedikitpun. Sekalipun demikian Allah akan mengampuni dosa orang yang telah menzihar istrinya, jika ia mengikuti ketentuan-ketentuan-Nya.
Ada suatu prinsip dalam agama Islam yang harus ditegakkan, yaitu "mengakui kenyataan-kenyataan yang ada, sesuai dengan Sunnatullah". Karena Allah SWT dalam menetapkan hukum-hukum yang berlaku di alam ini, mengetahui hikmah dan akibatnya secara benar dan pasti. Karena itu amat tercelalah orang-orang yang mau mengubah-ubah Sunnatullah itu, seperti memandang istri sebagai mahramnya, padahal Allah telah menetapkan h101 orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang pria.x
Pada ayat 4 surah 33 (Al Ahzab), perkataan zihar digandengkan dengan perkataan anak angkat. Karena mengakui anak orang lain sebagai anak kandung sendiri sama hukumnya dengan anak sendiri, termasuk mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan Sunnatullah, dan tidak sesuai dengan kebenaran Kemudian Allah menegaskan bahwa anak angkat itu adalah anak ayahnya, bukan sekali-kali anak kamu.
Allah SWT berfirman:
ادعوهم لآبائهم هو أقسط عند الله فإن لم تعلموا ءاباءهم فإخوانكم في الدين ومواليكم وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم وكان الله غفورا رحيما
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al Ahzab [33]:5)
Karena itu dari ayat ketiga surah ini dipahamkan bahwa suami yang menzihar istrinya itu memperoleh hukuman ukhrawi dan hukuman duniawi. Hukuman ukhrawi ialah mereka berdosa karena mengatakan yang bukan-bukan, yaitu mengatakan bahwa istrinya haram dicampurinya seperti ia haram mencampuri ibunya. Dalam agama termasuk perbuatan terlarang apabila seseorang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, karena yang menentukan halal dan haram itu hanyalah Allah saja. Hukuman duniawi ialah, ia wajib membayar kifarat jika ia hendak mencampuri istrinya kembali, dan kifarat itu cukup besar jumlahnya, seperti yang akan diterangkan nanti.
Sepakat para ulama bahwa menyamakan istri dengan ibu dengan maksud untuk menyatakan kasih sayang kepadanya atau untuk menyatakan penghormatan dan terima kasih kepadanya, tidaklah termasuk zihar. Karena zihar itu hanyalah ucapan suami yang menyatakan bahwa istrinya itu haram dicampurinya.
Perkataan anti 'alaiyya ka zahri. ummi' merupakan suatu ungkapan (idiom) yang mempunyai arti yang khusus dalam bahasa Arab. Hanyalah orang yang mendalam rasa bahasanya yang dapat merasakan arti ungkapan itu. Karena itu jika suami yang mengerti bahasa Indonesia, dapat ia mengucapkan sighat zihar itu dengan ungkapan yang dipahami oleh orang Indonesia pula.
Menurut Hanafiah, Auza'i, Al Sauri dan salah satu qaul Imam Syafi'i boleh disebut dalam sigat zihar wanita selain ibu, asal saja wanita yang disebut namanya itu termasuk mahram laki-laki yang menzihar, seperti suami mengatakan, "Engkau haram aku campuri, seperti aku haram mencampuri adik kandungku yang perempuan".
Jika seorang suami telah menzihar istrinya belum berarti telah terjadi perceraian antara kedua suami istri itu. Masing-masing masih terikat oleh hak dan kewajiban sebagai suami dan sebagai istri. Yang terlarang mereka lakukan hanyalah persetubuhan saja. Demikian pula untuk menghindarkan diri dari perbuatan haram, maka haram pula kedua suami istri itu berkhalwat (berduaan di tempat sunyi) sebelum suami membayar kifarat.
Agar istri tidak terkatung-katung hidupnya dan menderita karena zihar itu, sebaiknya ditetapkan waktu menunggu bagi istri. Waktu menunggu itu dapat dikiaskan kepada waktu menunggu dalam h102 ila' x, yaitu empat bulan. Apabila telah lewat waktu empat bulan, sejak suami mengucapkan ziharnya, sedang suami belum lagi menetapkan keputusan; bercerai atau melanjutkan perkawinan dengan membayar kifarat, maka istri berhak mengajukan gugatan kepada pengadilan. Hakim tentu akan mengabulkan gugatan istri bila gugatannya itu terbukti.
Jika suatu zihar berakibat perceraian, maka jatuhlah talak ba'in kubra, karena perkawinan kembali antara bekas suami istri itu haruslah dengan syarat membayar kifarat.
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
TAFSIR JALALAIN
««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»««•»»
(Orang-orang yang menzihar) asal kata yazhzhahharuuna adalah yatazhahharuuna, kemudian huruf ta diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah yazhzhahharuuna. Akan tetapi menurut suatu qiraat dibaca dengan memakai huruf alif di antara huruf zha dan ha, sehingga bacaannya menjadi yazhaaharuuna. Menurut qiraat lainnya dibaca seperti wazan yuqaatiluuna, yakni menjadi yuzhaahiruuna. Lafal yang sama pada ayat berikutnya berlaku pula ketentuan ini (istrinya di antara kalian, padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita-wanita) lafal allaaiy dapat dibaca dengan memakai huruf ya dan dapat pula dibaca tanpa ya (yang melahirkan mereka. Sesungguhnya mereka) dengan melakukan zihar itu (sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta). (Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun) kepada orang yang melakukan zihar dengan pembayaran kifarat.